Surat At Taubah adalah surat yang menempati urutan ke 9 dari
deretan surat dalam Al Qur’an. Surat ini memiliki nama lain yaitu surat Bara’ah
yang berarti berlepas diri yang di sini maksudnya pernyataan pemutusan
perhubungan, disebabkan kebanyakan pokok pembicaraannya tentang pernyataan
pemutusan perjanjian damai dengan kaum musyrikin.
Surat ini diturunkan sesudah Nabi Muhammad s.a.w. kembali dari
peperangan Tabuk yang terjadi pada tahun 9 H. Pengumuman ini disampaikan oleh
Saidina ‘Ali r.a. pada musim haji tahun itu juga.
Terdapat satu keistimewaan yang membedakan surat ini dengan surat
yang lainnya. Permulaan surat ini tidak terdapat bacaan basmalah, karena surat
ini adalah pernyataan perang dengan arti bahwa segenap kaum muslimin dikerahkan
untuk memerangi seluruh kaum musyrikin, sedangkan basmalah bernafaskan
perdamaian dan cinta kasih Allah.
Para Ulama masih berselisih mengenai hal ihwal larangan tersebut.
Syeikh al-Ramli mengatakan makruh membaca Basmalah di awal surah al-Taubah dan
sunat di pertengahannya. Imam Ibnu Hajar, Syeikh al-Khatib dan Imam al-Syatibi
mengatakan haram membaca Basmalah di permulaan surah al-Taubah dan makruh di
pertengahan.
Untuk menggantikan bacaan basmalah pada awal surat ini, biasanya
beberapa mushof menyertakan bacaan ta’awudz yang khusus untuk mengawali surat
ini. Bacaan Ta’awudz tersebut adalah sebagai berikut :
A’uudzubillaahi minannaari wa minsyarril kuffaar wa min ghodlobil
jabbaar. Al ‘izzatulillahi wa lirosuulihii wa lilmu’miniin
Ada beberapa penjelasan dari para ulama mengapa basmalah tersebut
tidak dicantumkan di permulaan surat At-Taubah.:
1. Pendapat Pertama Al-Mubarrid berpendapat bahwa merupakan
kebiasaan orang Arab apabila mengadakan suatu perjanjian dengan suatu kaum
kemudian bermaksud membatalkan perjanjian tersebut, maka mereka menulis surat
dengan tidak mencantumkan basmalah di dalamnya. Maka ketika turun surat baro’ah
(At-taubah) yang memutuskan perjanjian antara Nabi SAW dengan orang-orang
musyrik, beliau mengutus Ali bin Abi Thalib ra. kemudian membacakan surat
tersebut tanpa mengucapkan Basmalah di permulaannya. Hal ini sebagaimana
kebiasan yang berlaku di bangsa Arab.
2. Pendapat Kedua Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Mardawaih dari
Ibnu Abbas ra. bahwa ia pernah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib tentang sebab
basmalah tidak ditulis di permulaan surat Baro’ah. Ali bin Abi Thalib ra.
menjawab, “Basmalah adalah aman (mengandung rasa aman) sedangkan Baro’ah turun
dengan pedang (berkaitan dengan peperangan).”
3. Pendapat Ketiga Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Ahmad, Abu Daud,
at-Tirmidzi dan an-Nasa’i dari Ibnu Abbas ra, bahwa beliau ra. pernah bertanya
kepada Utsman bin al-Affan ra, “Apa yang menjadi alasan Anda mencantumkan surat
At-Taubah setelah surat Al-Anfal, tanpa mencantumkan basmalah di antara
keduanya?” Beliau menjawab bahwa Rasulullah SAW apabila turun suatu ayat, maka
beliau akan memanggil para penulis wahyu dan berkata, “Cantumkan ayat-ayat ini
di surat yang disebutkan di dalamnya anu dan anu. Surat Al-Anfal merupakan
surat-surat yang pertama diturunkan di Madinah, sedangkan Baro’ah merupakan
surat yang terakhir turun. Dan ternyata kisah yang terkandung di dalam kedua
surat tersebut saling menyerupai, sehingga aku mengira bahwa surat Bara’ah
termasuk surat Al-Anfal. Kemudian Rasulullah SAW wafat sebelum sempat
menjelaskan hal tersebut.
Oleh karena itu aku menggandengkan kedua surat tersebut dan tidak
mencantumkan basmalah di antara keduanya dan menempatkannya dalam As-Sab’u
Ath-Thiwal. (Tafsir Fathul-Qadir karya Imam Ali As-Syaukani II/415-416). Itulah
beberapa pendapat mengenai alasan tidak dicantumkannya basmalah di permulaan
surat At-Taubah.
Oleh karena itu jika kita membaca surat tersebut dari
permulaannya, maka kita hanya disunahkan mengucapkan ta’awudz saja tanpa
basmalah. Demikian halnya jika kita membaca dari pertengahannya. Kita juga
cukup membaca ta’awudz saja. Apabila kamu membaca al-Qur’an hendaklah kamu
meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk.(QS An-Nahl: 98).
Wallahu ‘alam.